MENU

Sabtu, 19 Maret 2011

13 CPNS Korban Mantan Sekda Diposting oleh admin pada 18 Maret, 2011


Setor Uang Rp450 Juta, Tak Lulus
TANJUNGPINANG (TP) - Kasus penipuan yang melibatkan oknum pejabat di Pemprov Kepri masih ditangani pihak Polresta Tanjungpinang. Korban yang awalnya disebutkan lima orang, ternyata membengkak jadi 13 orang. Untuk mengusut kasus ini, polisi akan memeriksa sejumlah orang mulai Senin (21/3) depan. Pemeriksaan dilakukan terkait kasus penipuan oleh mantan Sekretaris Daerah Provinsi Kepri, yang berinisial Ar.
”Kami akan periksa mereka-mereka yang menjadi korban penipuan Senin nanti. Saat ini kami sedang mempersiapkan pemanggilan,” kata seorang penyidik Polresta Tanjungpinang, Jumat (18/3).
Penyidik tersebut mengungkapkan, korban penipuan yang dilaporkan oleh Nurhasanah sebanyak 13 orang. Rinciannya, lima orang untuk diluluskan menjadi CPNS dan delapan orang untuk ditempatkan menjadi Pegawai Tidak Tetap (PTT) di Pemrov Kepri.
Namun, rencana Nurhasanah untuk membantu “saudaranya” pupus. Ketiga belas orang tersebut ternyata tak seorang pun yang diterima menjadi CPNS dan PTT.
Padahal, uang dengan jumlah total Rp450 juta telah dibayarkan ke Ar. Demi kelulusan lima orang yang dia “pegang” tadi, Nurhasanah membayarkan kepada Ar sejumlah uang sebesar Rp50 hingga Rp60 juta per satu calon CPNS.
Sementara itu, delapan orang yang akan “dititipkan” menjadi PTT dibanderol sebesar Rp10 sampai Rp20 juta per orang. Yakin Ar bisa meluluskan, Nurhasanah membayarkan uang yang telah dikumpulkannya dari 13 orang tersebut
Uang itu diterima Ar dengan mengatakan, “Bisa saya usahakan.” Tapi, nasib berkata lain. Ketiga belas orang “saudara” Nurhasanah tersebut harus kecewa. Sebab, tak satupun yang diterima sebagai PTT dan CPNS.
Karena upayanya tak berhasil, Nurhasanah menghubungi Ar agar uang yang disetorkan itu dikembalikan dalam keadaan utuh. Setelah didesak, Ar berusaha mengembalikan uang tersebut meski dengan diangsur beberapa kali.
“Masih ada sebesar Rp155 juta yang belum dikembalikan. Nah, inilah yang pelapor adukan ke polisi dengan tuduhan penipuan oleh Ar,” ujar penyidik.
Nur: Saya Cuma Minta Bantuan Polisi
Ar mantan Sekdaprov Kepri dilaporkan ke polisi oleh wanita yang bernama Nurhasanah. Nur melaporkan Ar karena tidak mengembalikan uang senilai Rp450 juta secara utuh yang diserahkan kepada Ar sebagai imbalan untuk meloloskan sejumlah nama peserta CPNS.
Namun, Nur mengaku niatnya melapor ke polisi bukanlah semata-mata ingin menjerat Ar secara hukum, tapi berharap pihak kepolisian menjadi mediator agar uangnya bisa dikembalikan Ar secara utuh. Soalnya, nama peserta CPNS yang dititipkan ke Ar, tak lulus.
‘’Saya ke kantor polisi untuk meminta bantuan penyelesaian kekurangan dari uang yang sudah diberikan ke Ar,’’ ujar Nur, saat dihubungi Tanjungpinang Pos, Jumat (18/3).
Nur juga menyangkal dirinya berniat mempidanakan Ar. “Itu banyak tak benar. Saya minta nama bapak (Ar,red) jangan disudutkan. Apalagi bapak sudah berniat untuk mengembalikan,’’ ungkap Nur yang juga warga Tanjunguban ini.
Sementara itu, informasi yang diperoleh Tanjungpinang Pos, bahwa uang sebesar Rp 450 juta didapat dari 13 orang. 5 Orang untuk tes CPNS, 8 orang untuk penerimaan PTT (Pegawai Tidak Tetap). Namun sejauh ini sebagian besar telah dikembalikan oleh Ar dan masih tersisa sekitar Rp155 juta saja.
Polisi Datangi UI
Sementara itu, hasil ujian penerimaan tes CPNS 2010 yang tak transparan menuai protes sejumlah masyarakat Tanjungpinang. Demi mengungkap kasus ini, tim penyidik akan mendatangi Pusat Penelitian Sain dan Teknologi Universitas Indonesia. “Kami akan mendatangi UI sesegera mungkin agar kasus ini tak berlarut-larut,” kata seorang penyidik Satreskrim, Jumat (18/3).
Dari hasil penyilidikan, dikabarkan pihak UI, kesalahan hasil tes CPNS terjadi saat penyesuaian data Lembar Jawab Komputer (LJK) dan data hasil hasil pendaftaran ulang. Saat diteliti pihak UI, kesalahan diduga berasal dari data pendaftaran ulang perserta CPNS. Ternyata, pihak Pemrov Kepri hanya memberikan data pendaftaran pertama. Pihak UI telah menghubungi Pemrov Kepri agar data final calon tes CPNS diberikan. Namun, setelah ditunggu hingga H-1 atau sehari sebelum jadwal tes dilakukan, Pemprov Kepri tak juga memberikan data tersebut.
Saat data hasil pendaftaran pertama dan hasil ujian digabungkan dalam sebuah program penilaian di komputer hasilnya ganda. Salah satunya, muncul nama Ummi Pratiwi yang lolos ujian di Pemrov Kepri dan Pemkot Tanjungpinang.
Dalam pemeriksaan beberapa wakut lalu, Ummi Pratiwi mengakui mendaftar tes CPNS di dua instansi pemerintahan tadi. Pihak UI juga mengungkapkan, kesalahan hasil tes CPNS tak hanya terjadi di Provinsi Kepri. Hasil yang serupa juga terjadi di Jambi, Sumatera Selatan dan Batam. “Pihak UI mengakui ada kelalaian dari pihak mereka. Masalahnya, kelalaian itu tak bisa kami bawa ke ranah pidana,” ujar penyidik.Salah satu harapan untuk mengetahui siapa yang bermain dalam penerimaan CPNS ini yaitu dengan melakukan scanning ulang LJK.
Kecil Peluang Kasus
CPNS Melalui Hak Angket
Kasus penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) formasi tahun 2010 telah menyeret beberapa nama sebagai tersangka. Bahkan mantan Plt Sekda Kepri menjadi salah satu target polisi. Dan bagi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kepri, kasus yang didalami Komisi I Bidang Pemerintahan ini kecil kemungkinan sampai pada penggunaan hak angket.
“Kasus ini sudah kami dalami di komisi I, malahan kami sudah menemui Badan Kepegawain Daerah (BKD) serta Badan Kepegawaian Nasional (BKN) untuk meminta penjelasan secara rinci,” papar Sekretaris Komisi I DPRD Kepri, Surya Makmur Nasution kepada Tanjungpinang Pos, Jumat (18/3).
Menurutnya, sebagai anggota DPRD dari komisi I, pihaknya sudah menjalankan apa yang menjadi tugas dan wewenang komisi. Mulai dari menerima keluhan masyarakat akan penyimpangan kasus penerimaan CPNS tersebut, menghimpun data, sampai pada meminta penjelasan BKD Kepri, BKN dan pihak universitas yang mengelola hasil maupun nilai ujian CPNS tersebut.
“Kita tunggu saja hasil dari proses hukum yang sementara dilakukan oleh pihak kepolisian. Soalnya ini sudah menjadi masalah di ranah hukum, bukan di legislatif lagi,” imbuhnya.
Bagi komisi I, sambung Surya, dengan telah menjalankan Tugas Pokok dan Fungsi (tupoksi) sebagai penyampai aspirasi rakyat sesuai koridor adalah kewajiban. Namun apabila muncul dari anggota komisi maupun anggota dewan lainnya tentang penggunaan hak sebagai anggota, itu adalah hak dan pemikiran dari masing-masing anggota.
“Kalau ada yang mau membawa masalah ini ke hak sebagai anggota DPRD, itu adalah persoalan lain. Yang terpenting bagi kami di komisi, tugas tersebut sudah dijalankan dengan semestinya,” tuturnya.
Terpisah, Wakil Ketua DPRD Kepri, Lis Darmansyah mengatakan, persoalan CPNS sebenarnya tidak sampai ke penggunaan hak anggota DPRD, baik itu hak interpelasi, hak menyatkan pendapat dan hak angket. Pasalnya, dalam tata tertib (tatib) DPRD Kepri, pasal 11 ayat 2 dan 3 sudah dijelaskan bahwa, penggunaan hak tersebut lebih pada kebijakan kepala daerah yang dianggap tidak berpihak ataupun merugikan masyarakat banyak.
“CPNS kan bukan kebijakan gubernur, tapi amanah undang-undang dan keputusan pemerintah pusat. Jadi akan rancu kalau menggunakan hak angket ataupun hak lainnya dalam menelusuri penyimpangan penerimaan CPNS itu,” jelasnya.
Semestinya, sambung Lis, kasus tersebut menjadi wewenang dan masuk dalam ranah hukum positif. Kalau hal ini mau dikaitkan dengan hak anggota DPRD dan mempertanyakan kepada kepala daerah, jelas-jelas ini tidak berkaitan.
“Kecuali, ada kebijakan murni kepala daerah atau gubernur yang tidak dikoordinasikan dengan DPRD dan merugikan masyarakat, maka hal ini yang patut di interpelasi, angket atupun menyatakan pendapat,” ungkapnya. Sebagai anggota dan masuk dalam unsur pimpinan DPRD, Lis menegaskan, persoalan kasus CPNS sudah dilimpihkan dan menjadi tanggungjawab komisi I untuk mencari data dan kebenarannya.
“Sekarang kami belum menerima laporannya secara resmi,” singkatnya.(k/noc/s)


0 komentar:

Posting Komentar